Medan//kompasnusa.net– Pengurus Besar Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Anti-Korupsi (PB ALAMP AKSI) mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut dugaan praktik korupsi dalam sejumlah proyek pengaspalan di lingkungan PTPN II (kini PTPN I Regional I) pada tahun 2021 hingga 2023. Total nilai kontrak yang disoroti mencapai Rp 17,5 miliar, dengan indikasi ketidaksesuaian pelaksanaan pekerjaan terhadap bestek yang dianggarkan.
Detail Dugaan Penyimpangan Proyek
Berdasarkan data yang dihimpun ALAMP AKSI, terdapat 13 kontrak pengaspalan yang diduga bermasalah:
Tahun 2021: 4 kontrak senilai Rp 2.503.338.343 (Afdeling PTPN II).
Tahun 2022: 3 kontrak pengaspalan di areal Pabrik Kelapa Sawit (PKS) senilai Rp 2.884.744.146.
Tahun 2023: 6 kontrak afdeling (Rp 6.127.650.424,56) dan 3 kontrak PKS (Rp 6.051.446.473).
Menurut ALAMP AKSI, proyek-proyek tersebut tidak memenuhi spesifikasi teknis (bestek) yang telah ditetapkan, sehingga berpotensi merugikan keuangan negara.
Desakan kepada Aparat Hukum
Dalam surat resmi yang ditujukan kepada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dan Polda Sumut, ALAMP AKSI meminta:
Investigasi menyeluruh terhadap seluruh pihak terkait, termasuk manajemen PTPN I Regional I.
Pemanggilan dan pemeriksaan terhadap pelaku yang terlibat.
Pertanggungjawaban hukum jika ditemukan indikasi korupsi.
Rencana Aksi Damai
Sebagai bentuk tekanan, ALAMP AKSI akan menggelar aksi damai pada:
Hari/Tanggal: Selasa, 5 Agustus 2025
Lokasi: Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dan Mapolda Sumut
Estimasi Peserta: 50 orang
Eka Armada DS Selaku Ketua Umum PB ALMP AKSI, menegaskan bahwa aksi ini bertujuan mendorong transparansi dan pemberantasan korupsi di BUMN perkebunan. “Kami tidak ingin uang rakyat dikorupsi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Kejaksaan dan Polri harus bertindak tegas,” tegasnya pada 2/8/2025
Respons PTPN I dan Otoritas Terkait
Hingga berita ini diturunkan, pihak PTPN I Regional I belum memberikan tanggapan resmi. Sementara itu, Jubir Kejati Sumut, Ahmad Yani, menyatakan bahwa surat dari ALAMP AKSI telah diterima dan sedang dikaji lebih lanjut.
Analisis Ahli:
Dr. Hadi Pranoto, Pakar Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara, menyatakan bahwa jika terbukti ada mark-up atau penggelapan dana, kasus ini dapat dikenakan Pasal 2 dan 3 UU Tipikor dengan ancaman hukuman berat.