MEDAN//Kompasnusa.net – Kasus viral video seorang siswa Sekolah Dasar (SD) Swasta Abdi Sukma yang dihukum duduk di lantai karena tidak membayar iuran SPP kini memasuki babak baru.
Pada Senin (13/1/2025), Ombudsman Sumatera Utara memanggil Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Medan, Kepala Sekolah, dan Yayasan Abdi Sukma untuk dimintai keterangan terkait kejadian tersebut.
Berdasarkan pantauan awak media di Kantor Ombudsman Sumut di Jalan Asrama, Kota Medan, perwakilan Disdik melalui Kepala Bidang (Kabid) Pembinaan Sekolah Dasar terlebih dahulu hadir.
Tak lama kemudian, Kepala Sekolah dan Ketua Yayasan SD Abdi Sukma turut hadir untuk memberikan penjelasan.
Ketua Yayasan Abdi Sukma, Ahmad Parlindungan, sebelumnya telah memberikan klarifikasi pada Sabtu (11/1/2025).
Ia menjelaskan bahwa SD Swasta Abdi Sukma merupakan sekolah yang berkomitmen membantu masyarakat kurang mampu.
Salah satu bentuk bantuannya adalah pembebasan biaya SPP selama enam bulan pertama, dan pada bulan Juni hingga Desember, siswa hanya dikenakan biaya sebesar Rp60.000 per bulan.
“Januari hingga Juni kami gratiskan, dan mulai bulan Juni hingga Desember, orang tua siswa hanya membayar Rp60.000 per bulan,” jelasnya.
Parlindungan juga mengungkapkan bahwa dari 79 siswa penerima Program Indonesia Pintar (PIP), terdapat dua anak dari ibu Kamelia yang bersekolah di SD tersebut.
Dana PIP sebesar Rp450.000 untuk anak yang duduk di kelas 4 telah diberikan pada April 2024, sedangkan untuk anak di kelas 1, dana PIP sebesar Rp450.000 diberikan pada Desember 2024.
“Uang PIP tersebut telah kami serahkan kepada orang tua siswa, dan penggunaannya seharusnya untuk keperluan pendidikan anak,” tambahnya.
Sementara itu, Kabid Pembinaan Sekolah Dasar Disdik Medan, Bambang Sudewo, S.Pd., M.Pd., menyebutkan bahwa hukuman duduk di lantai yang diterapkan oleh wali kelas bukanlah kebijakan sekolah.
Ia menegaskan bahwa masalah ini telah dimediasi antara pihak sekolah dan orang tua siswa, serta diselesaikan secara baik.
“Kepada guru wali kelas dan seluruh tenaga pendidik, termasuk kepala sekolah, sudah diberikan pembinaan.
Ke depan, kepentingan anak harus menjadi prioritas, dan tindakan seperti ini tidak boleh terulang lagi.
Raport dan uang sekolah adalah tanggung jawab orang tua, jangan sampai membebani anak,” tegas Bambang.
James Marihot Panggabean dari Ombudsman Sumut menyayangkan tindakan yang mencederai proses belajar mengajar tersebut.
Menurutnya, hukuman seperti itu memberikan dampak psikologis buruk pada siswa.
Ia juga menyoroti penggunaan dana PIP yang seharusnya tepat sasaran.
“Sangat disayangkan anak tersebut harus menanggung sanksi hanya karena persoalan iuran SPP.
Padahal, dana PIP sudah diterima orang tua siswa dan seharusnya digunakan untuk keperluan pendidikan anak,” ungkap James.
Ombudsman juga menekankan pentingnya peran Disdik dalam pembinaan dan pengawasan sekolah, terutama dalam melindungi hak anak agar tidak terbebani persoalan administrasi sekolah.
“Kami meminta pihak sekolah dan yayasan untuk memulihkan hak psikologis siswa tersebut agar dapat melanjutkan pendidikan dengan layak.
Pemulihan ini harus memastikan siswa tidak mengalami perundungan dari teman sekelas maupun guru.
Selain itu, Disdik juga diminta terus memantau agar anak tersebut mendapatkan perlindungan dalam melanjutkan pendidikan,” pungkasnya. (*)