Medan//kompasnusa.net– Di tengah derasnya arus perubahan global dan kompleksitas persoalan bangsa, keberadaan pemuda dan mahasiswa bukan hanya menjadi bagian dari perjalanan sejarah, melainkan juga kunci dari masa depan yang lebih berkeadilan. Dalam konteks ini, peran pemuda tidak berhenti pada semangat idealisme semata, tetapi harus diwujudkan dalam aksi nyata, termasuk dalam mengawal kebijakan pemerintah agar tetap berpihak pada rakyat dan memberikan sumbangsih berupa solusi.
Keterlibatan pemuda dan mahasiswa dalam proses kebijakan publik bukanlah hal baru. Sejak era pergerakan nasional hingga reformasi 1998, catatan sejarah bangsa kita menunjukkan bahwa kekuatan moral, intelektual, dan keberanian mahasiswa dan pemuda telah menjadi titik tolak perubahan besar” Selasa(05/08/25.
Kini dalam era demokrasi yang lebih terbuka dan teknologi yang melesat, ruang partisipasi publik semakin luas. Namun, tantangannya pun makin kompleks. Disinilah saya pikir organisasi HIMMAH (Himpunan Mahasiswa Al Washliyah) memiliki posisi strategis untuk mengambil peran yang lebih signifikan.
Sebagai organisasi kader berbasis keislaman dan kebangsaan, HIMMAH memiliki tanggung jawab moral untuk mengokohkan peran mahasiswa sebagai pengawal kebijakan publik. Pengawalan itu tidak hanya bermakna sebagai bentuk kontrol sosial terhadap kebijakan pemerintah, tetapi juga mencakup pemberian ide gagasan yang konstruktif, advokasi berbasis riset, dan penyusunan alternatif kebijakan yang solutif. HIMMAH tidak hanya berdiri sebagai suara penentang apabila terjadi ketidak-adilan, tetapi harus hadir sebagai mitra kritis dan produktif.
Dalam banyak hal, HIMMAH dapat menjadi jembatan antara aspirasi umat dengan pemegang kebijakan. Salah satu bentuk konkret adalah kita dapat mendorong lahirnya regulasi-regulasi yang berpihak pada umat, seperti buruh, petani, nelayan, serta guru-guru dan kelompok masyarakat lainnya. HIMMAH juga bisa memainkan peran penting dalam menelaah dan mengkritisi kebijakan yang tumpang tindih atau tidak berdampak nyata kepada masyarakat akar rumput.
Di tengah realitas sosial yang rumit dan sulit, keberanian intelektual dan tanggung jawab moral adalah dua hal yang harus terus ditanamkan kepada setiap kader. Tugas HIMMAH bukan hanya mengkritik dari luar, tetapi juga mempengaruhi dari dalam, dengan cara menawarkan jalan keluar atas kebijakan yang dinilai belum menyentuh kepentingan rakyat.
Kebijakan pro rakyat idealnya lahir dari partisipasi rakyat sendiri. Namun pada kenyataannya, partisipasi publik masih sering dimaknai secara formalistik, sekadar hadir dalam forum atau menerima sosialisasi kebijakan.
HIMMAH sebagai organisasi yang memiliki basis kader di berbagai kampus dan daerah, dapat berperan sebagai penggerak partisipasi masyarakat secara substantif. Melalui kajian, diskusi publik, pelatihan advokasi kebijakan, hingga penyusunan policy brief, HIMMAH bisa menjadi pelopor gerakan intelektual yang berdampak langsung terhadap kebijakan pemerintah, baik di tingkat lokal maupun nasional.
Lebih dari itu, HIMMAH perlu memperkuat sinergi antara gerakan moral dan gerakan intelektual. Kritik tanpa data bisa kehilangan arah, dan ide tanpa aksi hanya akan menjadi angan.
Karena itu, setiap upaya pengawalan kebijakan harus berbasis pada kajian, kebutuhan riil masyarakat, serta mempertimbangkan dinamika politik dan sosial yang ada. HIMMAH memiliki modal besar: jaringan, sejarah panjang perjuangan, dan kepercayaan publik sebagai organisasi yang berakar pada nilai-nilai Islam dan kebangsaan.
Pada titik ini, penting juga kita menyoroti bagaimana HIMMAH bisa menjadi ruang strategis bagi kader untuk belajar dan terlibat langsung dalam proses pembuatan kebijakan. Tidak sedikit kader HIMMAH yang kini menjadi bagian dari lembaga legislatif, pemerintahan daerah, hingga aktivis kebijakan publik. Hal ini menunjukkan bahwa HIMMAH tidak hanya mencetak penggerak jalanan, tetapi juga pemikir dan pengambil kebijakan yang memahami denyut nadi rakyat.
HIMMAH harus menunjukkan kontribusinya pada bangsa dan negara.
Namun tentu, semua itu harus dibarengi dengan revitalisasi gerakan perkaderan HIMMAH secara menyeluruh. Kader harus dilatih untuk berpikir sistemik, berwacana secara konstruktif, dan bertindak dengan tanggung jawab sosial.
HIMMAH hari ini harus keluar dari zona nyaman, tidak cukup hanya mengisi ruang-ruang seremonial organisasi, tapi juga menjelma sebagai kekuatan alternatif yang ditakuti sekaligus dihargai oleh para pengambil kebijakan.
Bung Karno pernah berkata, “Berikan aku 10 pemuda, maka akan kuguncangkan dunia.” Pesan ini bukan sekadar retorika, tetapi panggilan sejarah bagi generasi muda untuk bangkit, bersatu, dan mengambil peran sebagai agen perubahan (agent of change).
HIMMAH sebagai bagian dari elemen pemuda bangsa memiliki tanggung jawab untuk menjawab panggilan itu. Tidak hanya dengan turun ke jalan, tetapi juga dengan turun ke masyarakat, ke ruang-ruang kebijakan, ke meja diskusi, dan ke medan pengabdian. Di sanalah letak pengawalan kebijakan yang sejati, bukan sekadar menyuarakan aspirasi, tetapi juga menghadirkan solusi.
Masa depan Indonesia bergantung pada kualitas keterlibatan generasi mudanya hari ini. HIMMAH sebagai organisasi kader Islam harus menjadi pelopor dalam membangun tradisi intelektual yang kritis dan solutif. Mengawal kebijakan pro rakyat bukan hanya tugas moral, tetapi bagian dari jihad intelektual. Sebab suara rakyat sejati, bukan hanya terdengar di jalanan, tetapi juga tertulis dalam ide, tertuang dalam solusi, dan tercermin dalam keberanian untuk bertindak.