Menu

Mode Gelap
Unit Reskrim Polsek Salapian Ungkap Tindak Pidana Penganiayaan Rutan Kelas 1 Medan Gelar Razia Rutin Secara Humanis   Wabup Asahan Terima Kunjungan PW IWO Sumut, Janji Hadir Dipelantikan Polres Madina Tetapkan Tersangka Kasus Pemerkosaan Anak Yatim di Bawah Umur  Sat Narkoba Polres Pelabuhan Belawan Berhasil Tangkap Pengedar Sabu Sapa Kemerdekaan, Sat Lantas Polres Langkat Beri Bendera Merah Putih Ke Pengendara

Opini

Deli Serdang 79 Tahun: Masa Depan Budaya, Tanggung Jawab Siapa?

badge-check


Drs. Jenda Bangun, Budayawan dan Wartawan Perbesar

Drs. Jenda Bangun, Budayawan dan Wartawan

Deli Serdang 79 Tahun: Masa Depan Budaya, Tanggung Jawab Siapa?

 

Catatan: Drs. Jenda Bangun

IMG-20241217-WA0055

Mantan Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata (Disporabudpar) Kabupaten Deli Serdang, H. Khoirum Rijal, ST, MAP, dalam sebuah pertemuan dengan para budayawan di Taman Museum, menyampaikan pernyataan tegas dan bernas: pentingnya pembangunan database kebudayaan di Kabupaten Deli Serdang.

Argumentasinya sederhana, runut, dan logis. Bagi para pemerhati kebudayaan, pernyataan itu bak petir di siang bolong.

Sontak memicu pertanyaan reflektif di kalangan budayawan: Siapa yang sebenarnya bertanggung jawab menghimpun dan mengelola data kebudayaan multietnis Deli Serdang selama ini?

Mengapa Database Kebudayaan Itu Penting?

Dalam konteks pembangunan, database bukan sekadar kumpulan informasi, melainkan fondasi vital dalam perumusan kebijakan publik yang efektif dan berkelanjutan. Data menjadi rujukan utama dalam penyusunan program, alokasi anggaran, hingga evaluasi capaian pembangunan.

Ketersediaan data kebudayaan yang sistematis dan terpercaya akan memastikan kebijakan yang lahir lebih terukur dan tepat sasaran. Bahkan lebih jauh, database kebudayaan merupakan instrumen penting dalam pengukuran Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK).

IPK dan Dimensinya

IPK disusun oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Badan Pusat Statistik (BPS). Ini adalah wujud konkret perhatian negara terhadap pembangunan sektor budaya.

Namun, penting digarisbawahi bahwa IPK bukan menilai nilai budaya.

melainkan kinerja pembangunan budaya suatu daerah berdasarkan tujuh dimensi utama:

* Ekonomi Budaya

* Pendidikan

* Ketahanan Sosial Budaya

* Warisan Budaya

* Ekspresi Budaya

* Budaya Literasi

* Kesetaraan Gender

Pada 2018, IPK nasional berada di angka 53,74 (dari skala 0–100). Dimensi ketahanan sosial budaya mencatat nilai tertinggi (72,84), sementara ekonomi budaya menjadi titik terlemah (30,55). Fakta ini mengindikasikan bahwa meskipun identitas budaya masyarakat masih terjaga, sektor budaya belum optimal menjadi pilar ekonomi nasional.

 Deli Serdang: Kaya Potensi, Miskin Data

Deli Serdang adalah “kampung besar” di Sumatera Utara yang kaya akan keberagaman etnis, seni tradisi, bahasa, dan ekspresi budaya. Namun sayangnya, potensi ini belum tercermin dalam kebijakan pembangunan karena ketiadaan database kebudayaan yang menyeluruh.

Ketiadaan data membuat posisi Deli Serdang dalam peta IPK nasional nyaris tak terlihat, padahal kontribusinya bisa sangat signifikan jika dikelola dengan baik.

Harapan sempat hadir melalui pembentukan Majelis Kebudayaan Deli Serdang (MKDS) yang diresmikan Bupati Ashari Tambunan.

MKDS diharapkan menjadi simpul komunikasi antara pemerintah dan komunitas budaya serta pengelola big data kebudayaan. Namun sayangnya, hingga masa berlaku surat keputusan pendiriannya habis, MKDS gagal berfungsi.

Tak ada anggaran, tak ada fasilitas, bahkan tak ada kepedulian birokrat yang nyata terhadap keberlanjutan lembaga tersebut.

Tanggung Jawab Siapa?

Sejalan dengan amanat Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, setiap pembangunan harus berbasis pada data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam konteks kebudayaan, tanggung jawab itu jelas berada di pundak Disporabudpar Deli Serdang.

Instansi ini memiliki mandat menyusun basis data menyeluruh—mulai dari seni tradisi, bahasa daerah, manuskrip, ekspresi budaya, hingga komunitas dan pelaku budaya yang tersebar di 22 kecamatan.

Namun tentu saja, kerja besar ini tidak mungkin berjalan tanpa sinergi yang kuat antara pemerintah daerah, komunitas budaya, dan lembaga-lembaga terkait. Sebab, budaya bukan sekadar warisan, melainkan modal sosial dan aset pembangunan.

Pilar Pembangunan Berkelanjutan

Momentum Hari Ulang Tahun (HUT) Kabupaten Deli Serdang ke-79, pada 1 Juli 2025, harus dijadikan tonggak dalam memperkuat fondasi kebudayaan daerah. Pembentukan lembaga kebudayaan yang solid dan penyusunan database budaya secara serius bisa menjadi awal dari komitmen jangka panjang.

Langkah ini bukan hanya sebagai kado ulang tahun, melainkan sebagai manifestasi visi berkemajuan.

menjadikan budaya sebagai pilar utama pembangunan daerah yang inklusif dan berkelanjutan.

Sudah saatnya Deli Serdang tidak hanya dikenal karena kemajemukannya, tetapi juga diakui karena ketepatan data, kejelasan arah kebijakan, dan komitmen terhadap pemajuan kebudayaan.

Drs. Jenda Bangun

Budayawan dan Wartawan

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Anggota Komisi III DPR RI Endang Agustina: Amnesti Bukan Ancaman, Tapi Peluang untuk Persatuan Bangsa

2 Agustus 2025 - 12:42 WIB

Ketua ISARAH Sumut Bongkar Praktik Diskriminasi Pencairan Dana Hibah Pemprovsu

22 Juli 2025 - 22:17 WIB

Diduga Tanpa PBG AQiLA Residence 2 Dirikan Bangunan, Trantib Percut Seituan Diam

19 Juni 2025 - 15:07 WIB

Pelantikan Mulyono Jadi Kepala Bakesbangpol Sumut Tuai Kritik, GMP Sumut Sebut Blunder Besar!

26 Februari 2025 - 17:42 WIB

Kadis LHK Bongkar Pagar Tambak di Desa Rugemuk: Jadwal Tinjau Lokasi, Kok Jadi Eksekusi?

26 Februari 2025 - 09:53 WIB

Trending di News